
MAKASAR, lensakeadilan.com – Puluhan mahasiswa Papua bersama Solidaritas Rakyat Makassar Peduli Raja Ampat menggelar aksi atau demonstrasi di Jalan Flyover, kota Makassar, Sulawesi Selatan, Jumat (27/06/2025).
Aksi ini digelar sebagai bentuk penolakan terhadap kehadiran investor asing di tanah Papua, khususnya penolakan terhadap aktivitas pertambangan nikel oleh PT Gag Nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya.
Massa aksi mulai berkumpul sejak pukul 14.00 WITA dan memulai orasi pukul 15.10 WITA. Aksi berlangsung damai dan selesai pada pukul 17.00 WITA. Dalam aksinya, massa membawa spanduk bertuliskan “Tanah Papua Bukan Tanah Investor” dan “Cabut IUP PT Gag Nikel dari Raja Ampat”.
Koordinator lapangan aksi, Wiani Kogoya menegaskan, aksi ini merupakan bentuk perlawanan atas perampasan ruang hidup masyarakat adat dan kerusakan lingkungan yang terus terjadi akibat aktivitas industri ekstraktif. Mereka menuntut pemerintah, khususnya Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), untuk mencabut izin usaha pertambangan nikel milik PT Gag Nikel di Pulau Gag, Raja Ampat.
“Aksi kami sah dan dijamin oleh Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, serta UUD 1945. Kami hanya ingin menyelamatkan tanah leluhur kami dari kehancuran,”ujar Wiani.
Aksi ini juga berjalan tertib dengan pengamanan dari pihak kepolisian dan Badan Intelijen Negara (BIN). Berdasarkan pantauan, aparat mengawal jalannya aksi secara komunikatif tanpa gesekan, dan lalu lintas di sekitar lokasi tetap lancar.
Dalam pernyataan sikap yang dibacakan saat aksi, massa menyoroti bahwa PT Gag Nikel bukanlah perusahaan swasta biasa, melainkan anak usaha dari PT Aneka Tambang Tbk (Antam), bagian dari Holding BUMN Pertambangan, MIND ID.
Dengan demikian, aktivitas pertambangan di Raja Ampat oleh PT Gag Nikel dinilai mencerminkan kegagalan negara dalam mengelola wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil secara berkelanjutan.
Aktivis menyebut, eksploitasi nikel di Raja Ampat sebagai bagian dari rangkaian proyek strategis nasional (PSN) dan agenda hilirisasi tambang yang dimulai sejak era Presiden Jokowi dan kini dilanjutkan pemerintahan Presiden Prabowo.
“Aktivitas pertambangan ini mengancam ekosistem laut, merusak lingkungan pesisir, mencemari sungai, dan mengganggu wilayah tangkap nelayan. Negara seharusnya melindungi, bukan justru jadi pelaku perusakan lewat BUMN,”ujar Wakorlap Maikel.
Masa aksi mengacu pada Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, yang secara tegas melarang penambangan mineral di wilayah pesisir apabila menimbulkan kerusakan atau pencemaran lingkungan.
Selain itu, massa juga menyinggung Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-XXI/2023 dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 57P/HUM/2022, yang memperkuat pelarangan aktivitas pertambangan di wilayah rentan seperti pesisir dan pulau kecil.
Mereka menuntut, agar negara segera mengusut aktivitas PT Gag Nikel dan menindak tegas perusahaan tersebut secara hukum. Aksi ini ditutup dengan doa bersama dan pembacaan deklarasi tuntutan di tengah lingkaran solidaritas. [**/GRW]