
FOTO: salah satu yang ditangkap dalam ricuh aksi penolakan pemindahan sidang di Sorong//ISTIMEWA
JAKARTA, lensakeadilan.com – Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapori), Jenderal Pol Drs.Listyo Sigit Prabowo.Msi didesak memerintahkan Kapolda Papua Barat Daya dan Kapolresta Sorong bebaskan masyarakat sipil dan proses hukum oknum anggota polisi pelaku tindak pidana dalam insiden pemindahan Empat Tahanan Politik (Tapol) Papua di Sorong.
Demikian hal ini ditegaskan Direktur Eksekutif Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua, Festus Nguranmele, SH dalam keterangan, Kamis (28/08/2025).
Dalam peristiwa tersebut, menurutnya, aparat kepolisian telah melakukan kriminalisasi terhadap masyarakat sipil kurang lebih 17 orang, diantaranya Yance Manggaprouw.
“Kapolresta Sorong dilarang mengkriminalisasikan Yance Manggaprouw untuk melindungi oknum anggota Polresta Sorong yang melakukan tindakan pengeroyokan, pengrusakan, penyalahgunaan senjata api, dan tindakan penyiksaan terhadap masyarakat sipil,”katanya.
Panggal 27 Agustus 2025, LBH Papua Pos Sorong bersama beberapa rekan advokat dari Perhimpunan Bantuan Hukum Keadilan dan Perdamaian (PBHKP) mendampingi seorang aktivis Front Nasional Mahasiswa dan Pemuda Papua (FNMPP) atas nama Yance Manggaprauw yang tiba-tiba ditangkap di kediamannya oleh satuan Resmob dari Polresta Sorong tanpa membawah Surat penangkapan sesuai perintah Pasal 18 ayat (1), Undang Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
Penangkapan yang dilakukan secara sewenang wenang dan membabi-buta itu dilakukan oleh pihak Polresta Sorong dengan cara datang membawah senjata api (Senpi) lengkap sekitar pukul 16.32 WIT.
Selanjutnya menendang pintu, lalu menarik keluar Yance dari rumahnya. Dimana melaui peristiwa itu jelas menunjukan fakta dugaan tindak pidana pengrusakan sebagaimana diatur pada Pasal 170 KUHP yang terjadi dalam insiden penangkapan sewenang-wenang terhadap Yance Manggaprouw.
Setelah ditangkap, Yance Kemudian dibawah ke Mapolresta Kota Sorong dengan tangan diborgol. Dia (Yance) dipukul menggunakan popor senjata api hingga mengalami luka dan bengkak pada kepala depan bagian kiri, luka lecet di bagian siku tangan kiri, dan lehernya sempat di cekik.
Atas dasar itu jelas-jelas menunjukan fakta tindak pidana penganiayaan sebagaimana diatur pada Pasal 351 KUHP dan juga masuk dalam kategori Tindakan penyiksaan sebagaimana diatur pasal 1, Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, dan Merendahkan Martabat Manusia yang telah diratifikasikan kedalam Undang Undang Nomor 5 Tahun 1998.
Selanjutnya pihak kepolisian masih melakukan tindakan yang bertentangan dengan hukum, yaitu tanpa persetujuan kemudian merampas handphone miliknya sehingga jelas-jelas melanggar Pasal 30 Ayat (1) jo Pasal 46 Ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 2024.
Usai pihak kepolisian setempat melakukan semua fakta pelanggaran hukum sekitar pukul 17.30 WIT, Yance di ambil keterangan oleh penyidik di ruang Wakil Kasat Reskrim (Wakasat) Polresta Sorong, kemudian Yance di sangkakan telah melakukan tindak pidana pengrusakan sebagaimana diatur dalam Pasal 170 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Setelah diambil keterangan sekira 4 jam, sebagai tim kuasa hukum meminta kepada penyidik untuk berikan handphone yang telah ditampar baru kemudian kami tandatangani Berita Acara Pemeriksaan (BAP) tersebut.
Semua tindakan pelanggaran hukum terhadap Yance manggaprouw, dan kediamannya hingga tudukan tindak pidana penggrusakan terhadap dirinya adalah tindakan yang dapat dibilang mengada-ada.
Sebab, Yance dan istri pada saat kejadian justru bantu melerai massa yang melakukan pelemparan ke arah kediaman Gubernur, bahkan sempat membantu seorang bapak yang dipukul oleh massa pada saat itu.
Pada prinsipnya atas semua dugaan tindak pidana pengeroyokan dan penganiayaan serta tindakan penyiksaan, yang dilakukan kepada klien kami akan ditempuh upaya hukum baik melalui pengaduan ke bagian profesi dan pengamanan (Propam) maupun SPKT Polda Papua Barat Daya.
Supaya, semua oknum anggota polisi yang diduga terlibat dalam tindak pidana maupun tindakan pelanggaran hukum lainnya dapat diproses sesuai hukum yang berlak. Pada prinsipnya, semua orang sama didepan hukum.
Dari hasil pantauan LBH Papua Pos Sorong, hingga Pukul 19. 59 WIT massa aksi yang telah di tangkap oleh pihak Kepolisian berjumlah kurang lebih 17 orang dengan rincian sebagai berikut.
- Marlon Rumaropen (27)
- Dominggus Adadikam (22)
- Ronaldo Way (27)
- Agus Nebore (33)
- Jose Wakaf (23)
- Wilando Paterkota (23)
- Yeheskiel Korwa (15)
- Anthoni Howay (19)
- Riknal Drimlol (17)
- Alexandro Daam (26)
- Sergius Mugu (25)
- Jefri Inas (20)
- Nus Asekim (42)
- Yance Bumere (32)
- Yance Manggaprauw
- Yansen Wataray (32)
- Suprianus Asekin (43)
“Mereka yang ditangkap tersebut juga tidak luput dari tindakan kekerasan aparat yang dilakukan oleh pihak kepolisian, saat diminta keterangan. Bahkan, ada yang disuru jongkok dengan sapu di taru dilipatan kaki bagian belakang lutut,”katanya.
Pada prinsipnya, sebut Direktur Eksekutif LBH Papua, fakta ini jelas menununjukan bukti Tindakan penyiksaan sebagaimana diatur Pasal 1, konvensi menentang penyiksaan dan perlakuan atau hukuman lain yang kejam, tindak manusiawi, dan merendahkan martabat manusia yang telah diratifikasikan kedalam Undang Undang Nomor 5 Tahun 1998.
17 Orang diatas ditangkap secara sewenang-wenang, karena tindakan penangkapannya dilakukan tanpa mengikuti mekanisme penangkapan yang diatur pada Pasal 18 ayat (1), Undang Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
Anehnya lagi, kata dia, Polresta Sorong melakukan penangkapan sewenang-wenang terhadap anak berinisal YK yang masih berumur 15 tahun, dan jelas menunjukan bukti bahwa pihak kepolisian telah melakukan pelanggaran Hak Anak sebagaimana dijamin dalam Undang Undang Nomor 35 Tahun 2014.
Selain itu, berdasarkan informasi yang diperoleh pada saat kejadian di kediaman Gubernur sempat terjadi tembakan. Lalu, ada seorang massa aksi yang mendapat peluru berukuran 9 mili meter.
Terlepas dari itu, ada juga satu proyektil lagi di depan Alfamart Jalan. F Kalasuat dan peluru karet ditemukan di Halte Dom Sorong saat mengantar dua orang anak sekolah yang berlindung di rumahnya.
Semua itu, menunjukan bukti bahwa pihak kepolisian dalam mengamankan situasi dengan mengunakan pendekatan represif yaitu mengunakan senjata api. Maka ada Masyarakat sipil yang menjadi korban tindak pidana penyalahgunaan senjata api sebagaimana diatur pada Pasal 1 ayat (1), Undang Undang Nomor 12 Tahun 1951.
Berdasarkan uraian, maka LBH Papua bersama LBH Papua Pos Sorong dan Perhimpunan Bantuan Hukum Keadilan dan Perdamaian (PBHKP) selaku kuasa hukum seluruh Masyarakat Sipil yang ditahan secara sewenang-wenang oleh Pihak Polresta Sorong pada tangga 27 Agustus 2025 menegaskan kepada.
Pertama, Kapolri Segera perintahkan Kapolda Papua Barat Daya dan Kapolresta Sorong bebasakan masyarakat sipil dan proses hukum oknum polisi pelaku tindak pidana dalam insiden pemindahan 4 Tapol Papua.
Kedua, Ketua Komnas HAM RI segera periksa Kapolresta Sorong dan anggotanya yang telah melakukan tindakan penyiksaan terhadap Masyarakat sipil.
Ketiga, Komisi Perlindungan Anak Indonesia segera periksa Kapolresta Sorong dan anggotanya, yang telah menangkap dan menyiksa YK yang masih berumur 15 tahun.
Keempat, Kapolda Papua Barat Daya segera perintahkan Propam dan Direskrimum, untuk tangkap dan proses hukum dugaan tindakan sewenang-wenang dan tindak pidana yang diakukan oleh oknum polisi terhadap masyarakat.
Kelima, Kapolresta Sorong dilarang mengkriminalisasikan Yance Manggaprouw untuk melindungi oknum anggota kepolisian yang telah melakukan tindakan pengeroyokan, pengrusakan, penyalahgunaan Senpi dan tindakan penyiksaan terhadap masyarakat sipil. [**/GRW]