
Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai
JAKARTA, lensakeadilan.com – Pemerintah Republik Indonesia berencana membangun pemukiman bagi 1.500 pengungsi, di kabupaten Maybrat, Papua Barat Daya.
Hal ini dikatakan Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto melalui Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai dalam keterangannya yang dikutip, Minggu (27/07/2025).
Ia mengatakan, pembangunan kembali pemukiman akan dilakukan dengan mengedepankan layanan, sarana prasarana, hingga fasilitas pendidikan dan kesehatan.
“Ya itu beberapa hal yang kami sudah bicarakan termasuk pembangunan, diharapkan ada pembangunan pemukiman kembali 1.500 warga yang ada,” ujar Pigai.
Dijelaskannya, pembangunan kembali perumahan para pengungsi akan dilakukan bersama dengan Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman, Kementerian Sosial, Kementerian Kesehatan, hingga Kementerian Pekerjaan Umum.
Namun demikian, dirinya baru bisa menjelaskan lebih perinci mengenai rencana tersebut pada tahun depan, setelah mengajukan anggaran pemulihan pascakonflik sosial.
Apabila sudah terdapat alokasi anggaran terkait hal itu di pemerintah pusat, kata dia, pemerintah daerah (Pemda) baru akan bisa mengajukan proposal ke kementerian atau lembaga untuk menerima dana pemulihan pascakonflik sosial, termasuk Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Maybrat maupun Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua Barat Daya.
“Kalau kami sudah punya anggaran penanganan konflik sosial, nanti disiapkan,”kata dia.
Pigai membeberkan, saat ini sudah terdapat hampir sebanyak 1.500 warga dari wilayah konflik di Maybrat yang mengungsi di berbagai tempat di Papua Barat Daya, antara lain distrik Kumurkek, Ayamaru, hingga Kota Sorong.
“Mereka ini akan menjadi perhatian khusus pemerintah kabupaten, provinsi, dan Kementerian HAM ikut memfasilitasi,”tutur Pigai.
Sejauh ini, dia menyebutkan, Kementerian HAM (KemenHAM) Republik Indonesia sudah melakukan beberapa perhatian khusus terhadap eskalasi konflik di Kabupaten Maybrat, yakni meminta kementerian atau lembaga agar membuka akses jalan, sarana, prasarana, dan infrastruktur di sana agar distribusi pembangunannya merata.
Pasalnya, terdapat kemungkinan adanya faktor diskriminasi dan kesenjangan pembangunan yang menyebabkan konflik di wilayah Maybrat muncul, sehingga jalan dari Maybrat sampai dengan Bintuni harus menjadi proyek strategis nasional.
Lanjut Pigai, melalui pembangunan kesehatan supaya layanan kesehatan di wilayah tersebut memadai hingga pendidikan, termasuk Sekolah Rakyat, mengingat masyarakat yang berkonflik rata-rata merupakan warga yang pendidikannya belum selesai hingga sebatas lulus dari Sekolah Dasar (SD).
“Faktor pendidikan itu bisa juga menyebabkan munculnya konflik. Karena itu, aspek-aspek kebutuhan elementer yang memicu munculnya konflik menjadi perhatian daripada kami,”ungkap dia.
Berbagai akselerasi pembangunan tersebut, kata dia, akan diutamakan pada distrik Aifat Timur, Aifat Timur Jauh, Kamundan, Aifat Selatan, serta berbagai wilayah lainnya yang menjadi basis konflik di Maybrat. [**/GRW]