
Jakarta, lensakeadilan.com – Kolaborasi menjadi kata kunci dalam penanganan permasalahan narkotika. Setelah beberapa waktu lalu sinergitas antar aparat penegak hukum di bawah koordinasi Desk Pemberantasan Narkoba membuahkan hasil yang signifikan, bahkan mencetak sejarah baru dalam pengungkapan kasus peredaran gelap narkotika dengan barang bukti dua ton sabu, kini aksi kolaboratif kembali menunjukkan keberhasilannya dalam mengungkap jaringan narkotika.
Melalui kerja sama lintas instansi, Badan Narkotika Nasional (BNN) bersama jajaran di tingkat provinsi dan kabupaten/kota dengan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai berhasil mencetak capaian signifikan dalam periode April hingga Juni 2025. Selama kurun waktu tersebut, BNN berhasil mengungkap 172 Laporan Kasus Narkotika (LKN) dan mengamankan 285 tersangka, yang terdiri dari 256 laki-laki dan 29 perempuan. Dari pengungkapan tersebut, disita barang bukti narkotika dengan total berat mencapai 683.885,79 gram, yang terdiri dari: Sabu 308.631,73 gram; Ganja 372.265,9 gram; Ekstasi 6.640 butir atau setara 2.663,21 gram; THC 179,42 gram; Hashish 104,04 gram; dan Amfetamine 41,49 gram. Tak hanya tindak pidana narkotika, pada periode yang sama BNN juga berhasil mengungkap kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dari dua jaringan sindikat narkotika, dengan nilai aset sitaan mencapai Rp 26.175.000.000,-.
Pada momentum pengungkapan kasus jaringan narkotika hasil kolaborasi lintas instansi ini, BNN turut menyoroti keterlibatan perempuan, yang mayoritas berstatus sebagai ibu rumah tangga, dalam sindikat kejahatan terorganisir. Temuan ini menunjukkan bahwa perempuan tidak hanya berperan pasif atau sebagai korban, tetapi juga terlibat aktif dalam operasional jaringan. Keterlibatan tersebut umumnya dimulai dari peran sebagai kurir, yang dianggap ‘aman’ oleh sindikat karena minim kecurigaan aparat. Namun seiring waktu, perempuan mulai menempati posisi yang lebih strategis, seperti perekrut, pengendali distribusi, bahkan pengelola keuangan hasil bisnis gelap narkotika. Pola ini mencerminkan bahwa sindikat narkotika semakin adaptif dalam memanfaatkan peran dan posisi sosial perempuan untuk mengaburkan jejak kejahatan mereka.
Salah satu contoh nyata ditemukan dalam pengungkapan kasus di wilayah Sumatera Barat dan Kalimantan Timur yang diungkap pada pertengahan Mei lalu. Dari delapan orang tersangka yang berhasil diamankan, lima di antaranya merupakan perempuan. Salah satu tersangka berinisial AL (42), adalah seorang residivis kasus narkotika yang saat ditangkap diketahui tengah menjalani masa bebas bersyarat. AL tidak hanya kembali terlibat dalam jaringan, tetapi juga diduga berperan sebagai perekrut, dengan menjadikan sejumlah tetangga di tempat tinggalnya sebagai kurir. Ia memanfaatkan kedekatan sosial dan hubungan personal untuk merekrut orang-orang di sekitarnya yang sebagian besar berasal dari latar belakang ekonomi lemah. Dengan janji upah jutaan rupiah, empat tersangka perempuan lainnya, masing-masing berinisial H, R, Y, dan NH, nekat membawa sekitar 3.000 gram sabu yang dikemas secara khusus agar dapat disembunyikan di antara kedua paha bagian dalam masing-masing tersangka, termasuk AL.
Pengungkapan kasus ini menjadi bukti kuat bahwa jaringan narkotika dengan sengaja mengeksploitasi kerentanan sosial dan ekonomi perempuan untuk menjadikan mereka sebagai ‘pion’ dalam bisnis peredaran gelap narkotika. Mengacu pada pola kejahatan yang ada, BNN mengingatkan masyarakat untuk tidak mudah tergiur dengan tawaran keuntungan instan dari aktivitas yang melanggar hukum.
Kejahatan narkotika tidak hanya menghancurkan masa depan individu, tetapi juga mengancam keberlangsungan generasi bangsa dan masa depan negara. Hal ini dapat dilihat dari jumlah barang bukti narkotika yang berhasil disita, yang secara signifikan mencegah potensi penyalahgunaan narkotika oleh sekitar 1.385.090 jiwa.
BNN menegaskan bahwa pemberantasan narkotika memerlukan komitmen dan kerja sama seluruh elemen bangsa. Tidak ada toleransi bagi pelaku dan pendukung jaringan narkotika, termasuk mereka yang memanfaatkan perempuan dalam bisnis terlarang ini. Perempuan sebagai pilar keluarga dan masyarakat harus dilindungi sekaligus diperkuat agar tidak mudah terjerat dalam jebakan sindikat narkotika. Melalui sinergi yang kuat dan kolaborasi lintas sektor, mari Kita tingkatkan upaya bersama dalam Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika (P4GN) untuk mewujudkan Indonesia yang bebas dari ancaman narkoba dan masa depan generasi yang lebih baik.
Ancaman Hukuman:
Beberapa Pasal yang disangkakan kepada para tersangka, yaitu sebagai berikut:
– Pasal 114 (1), Sub Pasal 112 (1), Sub Pasal 111 (1) jo Pasal 132 (1) UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
– Pasal 113 ayat (1) atau Pasal 111 ayat (1) UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
– Pasal 114 ayat (2) atau Pasal 113 ayat (2) atau Pasal 112 ayat (2) UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
– Pasal 114 ayat (2) jo Pasal 132 ayat (1) Sub Pasal 112 ayat (2) jo Pasal 132 ayat (1) UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Ancaman hukuman yang dikenakan kepada para pelaku adalah pidana mati, pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 6 tahun dan paling lama 20 tahun.(Rils/Bernard)